Mulianya para Penghafal Al-Qur'an Panglima Panji Islam

Penghafal Al-Qur'an Panglima Panji Islam
قال الفضيل بن عياض رحمه الله : “حَامِلُ الْقُرْآنَ حامل راية الإسلام لا ينبغي أن يلهو مع من يلهو ولا يسهو مع من يسهو ولا يلغو مع من يلغو تعظيما لحق القرآن
“Pengemban al Qur’an (Para penghafal Al-Qur’an) adalah pembawa panji Islam, tidak sepantasnya ia berbuat sia-sia bersama orang yang berbuat sia-sia, tidak lalai bersama orang-orang yang lalai, tidak patut berbuat yang tiada kemanfaatan seperti orang-orang yang berkata dan berbuat yang tak bermanfaat. Sikap ini sebagai bentuk mengagungkan al Qur’an”

(Fudhail bin Iyadh)
Begitulah penggalan kata mutiara dari seorang ulama besar yang menggambarkan betapa agung kemuliaan dan betapa beratnya beban dari seorang penghafal Al-Qur'an yang terpampang dengan di dinding depan Pondok Pesantren Al-Qur'an Roudtohul Huffadz, Kediri Tabanan, Bali. Pesantren yang menjadi kawah candradimuka para pengemban kitab suci al-Qur'an sesuai dengan makna nama yang melekat Roudhotul Huffadz yang berarti Taman-Taman Penghafal Al-Qur'an.
Tulisan diatas menggambarkan pada seseorang yang dianugerahi Allah SWT untuk menghafalkan Al-Qur'an memang dituntut tak hanya menghafalkan lafadznya saja, namun harus mampu memahami dan meresapi kandungan maknanya, dan mengaplikasikan nilai-nilai yang ada didalamnya. Seseorang yang telah hafal al-Qur'an hanyalah sekedar memegang kunci ilmu untuk membuka gerbang pintu Allah yang begitu luas tak bertepi dan tak berbatas yang takkan sanggup kita menguasainya meski dengan tinta seluas lautan di bumi ini.
Penghafal Al-Qur'an disebut Hamilul Qur'an (Pengandung Al-Qur'an) bukan hanya sekedar Hafidzul Qur'an (Penghafal Al-Qur'an) karena dia tak hanya dituntut untuk menghafalkannya saja, namun harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. Karena menghafal Al-Qur'an tak hanya cukup di lisan yang dihafalkan oleh otak namun juga harus ditransfer ke hati untuk kemudian menyatu pada dirinya kepribadian bernafaskan al-Qur'an dengan berusaha menjadi penerus perjuangan yang digambarkan kekasih sejatinya, Aisyah RA sebagai Seseorang yang akhlaknya adalah Al-Qur'an. Kepribadian, tutur kata, penampilan telah terangkum pada di dalamnya. Begitulah nasehat mulia dari guru kami, Dr. H. Mukhlis M. Hanafi, MA, Hafidz Al-Qur'an, Doktor Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (satu angkatan dengan Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat dan Dr. Wildana Wargadinata, akademisi di Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang) Kepala Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an Kementrian Agama, dan Direktur Pusat Studi Al-Qur'an Tangerang Selatan dalam bedah buku Moderasi Islam di Pondok Pesantren Hamalul Qur'an, Jogoroto, Jombang dan Wisuda Tahfidz Pesantren La Raiba Hanifida, Bandung, Diwek, Jombang Sabtu, 16 Desember 2017.
Seseorang penghafal Al-Qur'an harus menjadi Al-Qur'an harus menjadi Al-Qur'an Berjalan. Bukan dalam artian hanya membacanya dimana-mana, namun, harus membumikan nilai-nilai wahyu Rasulullah yang diturunkan Malaikat Jibril di Gua Hira ini dalam setiap langkahnya. Mereka memegang amanah berat sebagai Keluarga Allah untuk menebarkan kebaikan kepada umat manusia yang termaktub dalam Kalam Qodim ini. Karena mereka adalah garda terdepan untuk turut menjaga Kalam Illahi ini sebagaimana tertera dalam QS. Al-Hijr Ayat 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."
(QS. Al-Hijr: Ayat 9)

Maka dari itu, mari kita untuk berusaha menjadi generasi qurani yang lafdzan ma'nan wa amalan (lafadznya dilantunkan, maknanya dipahami, amalnya dikerjakan). Karena menghafal Al-Qur'an bukan hanya dia yang meraih kemanfaatannya dunia dan akhirat. Namun juga keluarga dan lingkungan sekitarnya juga akan kecipratan barokah keikhlasan mereka menghafal, mengajar, dan mengamalkannya. Sebagaimana dalam hadist dikatakan bahwa penghafal al-Qur'an yang benar-benar menjaga amanah Al-Qur'an-nya maka kelak akan menyelamatkan dengan idzin Allah keluarganya yang bahkan sudah divonis akan disiksa di neraka. Bahkan kelak mereka akan diberikan keistimewaan menganugerahi kedua orang tua dengan mahkota kemuliaan di akhirat kelak
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” يجيء القرآن يوم القيامة فيقول يا رب حله فيلبس تاج الكرامة ثم يقول يا رب زده فيلبس حلة الكرامة ثم يقول يارب ارض عنه فيرضى عنه فيقال له اقرأ وارق و تزاد بكل أية حسنة “. (رواه التؤمذي)
Dari Abu hurairah, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “pada hari kiamat Al-Qur’an akan datang kemudian berkata: wahai tuhanku pakaikanlah ia!, maka dipakaikanlah mahkota kemuliaan. Kemudian berkata lagi: wahai tuhanku tambahkanlah!, maka dipakaikanlah pakaian kemuliaan. Kemudian berkata lagi: wahai tuhanku ridhailah ia!, maka Allah pun meridhainya. Maka dikatakan kepadanya: bacalah. Dan naiklah ke tempat yang tinggi. Dan ditambahkanlah setiap satu ayat satu kebaikan”. (HR. Tirmidzi)
Inspirasi diatas ini kami temukan sore ini dalam silaturrahmi di kediamannya yang begitu bersahaja di belakang Masjid Besar Al-Huda, Kediri, Tabanan, Bali selama hampir tiga jam lamanya bercengkrama bersama guru yang begitu istiqomah menjaga dan menggembleng para hamilul Qur'an di Pulau Dewata di lingkungan yang mayoritas Hindu di tengah negeri terbesar pemeluk islamnya. Begitu banyak kisah perjuangan bapak lima anak ini dalam membimbing para penghafal Al-Qur'an sampai khatam 30 Juz seperti kawan kami Ustadz Dedi Indra Setiawan di pesantren yang sempat dikunjungi oleh Keluarga Besar Hai'ah Tahfizh Al-Qur'an UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada tahun 2014 silam. Kegigihannya dalam mendakwahkan Al-Qur'an dari Demak sampai Bali ini akan coba kami urai dalam catatan selanjutnya, dan mohon tambahan referensi bagi anda yang kebetulan pernah bertatap muka atau berkenalan dengan kakek berusia hampir kepala tujuh ini. Semoga Allah memberi hidayah dan kesempatan kepada kami untuk mengupas sekilas sosok penjaga kalam illahi legendaris santri kesayangan Syaikhul Akbar fil ilmi Qur'an almaghfurlahu KH. Arwani Amin, Pendiri Pondok Pesantren Yanbu Qur'an, Kudus yang turut andil dalam memberikan nama pesantren yang dibinanya ini yang telah malang melintang lebih dari 25 tahun menghidupkan syiar Al-Qur'an di pulau seribu pura ini. Insya Allah 😊😊😊
Tabanan, 24 Desember 2017
Mohammad Nuris
Santri Backpacker Nusantara

*Silaturrahmi bersama KH. Nurhadi Al-Hafidz, Santri Almaghfurlahu Al-Hafidz KH. Arwani Amin Kudus, Rois Syuriah PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Provinsi Bali, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur'an Roudhotul Huffadz, Kediri, Tabanan, Bali*
Selanjutnya...
>>> Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) asuhan Gus Glory Islamic David, Pamecutan, Kelod, Denpasar Barat, Bali <<<

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pusat Penyebaran Islam di Barat Bali

Kisah Kyai dan Sopirnya, Meneladi Dua Wali Besar KH. Arwani Amin Kudus dan KH. Abdul Hamid Pasuruan)