santri backpeger,

*HABIB ALI BIN UMAR BIN ABU BAKAR BAFAQIH, Penyebar Kalimatullah di Barat Pulau Dewata*
Islam merupakan agama rahmat Seru sekalian alam. Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi tinggi dengan tetap memegang teguh aqidah. Islam disebarkan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, sehingga banyak orang tertarik memeluknya.
Di tengah hingar bingar Bali yang mendunia akan pariwisata dan adat Hindu yang begitu kental ini, agama Islam masuk lewat para dai' yang dengan santun mendakwahkan risalah kenabian ini, salah satu yakni Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih.
Habib Ali Bafaqih dilahirkan pada tahun 1882 di Kabupaten Banyuwangi dari pasangan Habib Umar Bafaqih (Wafat di Banyuwangi pada usia 150 Tahun) dan Syarifah Nur Al-Haddad (Wafat di Usia 135 Tahun). Dari dua pasang keturunan Rasulullah SAW inilah beliau sejak kecil dididik dengan baik, sampai bisa menguasai nahwu shorof di usia 7 tahun dan menghafal Al-Qur'an di usia yang sama, dan hal ini mengingatkan kita pada kisah Imam Syafii.
Setelah dididik kedua orang tuanya, beliau melanjutkan studinya para ulama lainnya seperti ke Habib Muhammad Ba'abud dan Kyai Soleh. Kemudian pada usia 15 tahun beliau belajar ke Bangkalan untuk berguru pada, KHR. Muhammad Khalil. Sosok yang dikenal Syaikhona Kholil ini memang terkenal dengan kealiman, kezuhudan dan kewaliannya sehingga tak heran dari tangan dinginnya mampu mendidik ulama besar di Tanah Jawa seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Abdul Wahab Hasbulloh, (Pendiri Nahdatul Ulama) KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansyur (Pendiri Muhammadiyyah), KH. Syamsul Arifin dan putranya KH. As'ad Syamsul Arifin (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo), KH. Munawwir Krapyak, KH. Abdul Karim atau Mbah Manaf (Pendiri Pondok Pesantren Lirboyo), dan ulama besar lainnya. Sesampai di Bangkalan dari perjalanan panjang dari Banyuwangi, maka dengan penuh suka cita Syaikhona Kholil menyambutnya dengan penuh cita, terlebih beliau dari kalangan habaib yang berkenan menimba ilmu pada beliau. Habib Ali Bafaqih ketika itu dikenal cukup cerdas, maka hanya dalam waktu seminggu beliau mondok, Syaikhona Kholil langsung memintanya membantu mengajar para santri. Setelah 3 Bulan lamanya Habib Ali Bafaqih menyantri disana, beliau diminta keluar karena ilmunya sudah cukup, hal ini juga diluar kebiasaan karena umumnya santri Syaikhona baru 4 sampai 5 tahun, mereka baru diperbolehkan pulang.
Saat kepulangan Habib Ali dari pesantren, beliau diberikan wasiat oleh Syaikhona Kholil
"Bib, sampean sudah alim, dan Insya Allah bisa pergi haji sampai 7 kali"
Dan doa tersebut akhirnya terkabul, ketika menjelang usia 17 tahun atau sekitar tahun 1899, Habib Ali berlayar menuju tanah suci Mekah untuk memperdalam ilmu agamanya dengan beberapa ulama tersohor ketika itu seperti Habib Abbas bin Abdul Azis al Maliky, Habib Alwi bin Abbas Al-
Maliky (Ayah Abuya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani), Syekh Umar Hamdan, Syekh Nawawi Al-Bantani dan banyak guru lainnya beliau. Keberangkatan ke Mekah ini atas “sponsor” Haji Sanusi, ulama terkemuka di Banyuwangi pada masa itu. Selama di Makkah, Beliau bermukim di Siib Ali (Mekah) selama kurang lebih tujuh tahun lamanya.

Sepulang dari Mekah, Habib Ali kembali ke tanah air, beliau sempat nyantri di Pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang yang saat itu oleh KH. Hasbullah, ayahanda KH. Wahab Hasbullah. Selain mendalami ilmu Agama di waktu mudanya beliau dikenal sebagai pendekar silat yang sangat tangguh. Setelah itu, Beliau mengajar di Madrasah al-Khairiyah selama setahun di tanah kelahirannya Banyuwangi, sebelum berpindah ke pulau Bali.
Kehadirannya di Pulau Seribu Pura ini dilakukan atas permintaan Datuk KH. Haji Mochammad Said, seorang ulama besar di Loloan, Negara, Jembrana. Awalnya beliau 
menetap di Kota Denpasar sekitar tahun 1920. Barulah pada tahun 1935 beliau berpindah ke Negara, tepatnya di Desa Loloan Timur, Negara, Jembarana. Berkat kedatangannya mulailah tumbuh Syiar Islam yang berbinar di Loloan dan barulah pada tahun 1935 beliau mendirikan Pondok Pesantren Syamsul Huda yang kini telah menelurkan ribuan ulama, da’i di penjuru tanah air. Para santri datang dari berbagai pelosok desa di tanah air. Kharismanya juga menarik minat kaum muslimin dari berbagai daerah untuk bersilaturrahmi dengan beliau ketika mereka akan berwisata ke Pulau Dewata ini. Mereka yang datang dari Jawa, Sumatera, Madura dan daerah lainnya sowan untuk sekedar mendengar petuah mulianya seraya memohon keberkahan doa beliau. Saat ini jujukan jamaah setelah sepeninggal beliau adalah putra-putranya seperti Habib Hadi bin Ali Bafaqih dan Habib Salim bin Ali Bafaqih.

Para santri belajar membaur dengan kehidupan masyarakat Loloan yang sejak ratusan tahun lalu telah dikunjungi oleh ulama-ulama tangguh dari berbagai daerah, seperti Syekh Dawam Sirojuddin atau dikenal Buyut Lebai, ulama besar dari Trengganu (Malaysia) yang meninggalkan negerinya untuk berhijrah ke Loloan pada tahun 1669, Ada juga Syekh Abdullah Yahya Al-Kadri dari Kesultanan al-Kadrie Pontianak, Cik Ya'kub saudagar dari Melayu yang mewakafkan tanah untuk dibangun Masjid Jembrana yang saat ini berubah nama menjadi Masjid Agung Baitul Qodim, Loloan Timur dan ulama-ulama lainnya. (Selengkapnya bisa dibaca di catatan kami sebelumnya bertajuk "Masjid Agung Baitul Qodim, Loloan Timur Pusat Penyebaran Islam di Barat Bali")
Setiap yang hidup pastilah akan menjemput ajal begitu juga kekasihnya, Habib Ali Bafaqih yang menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 27 Februari 1999 pada usia 117 tahun dan dimakamkam di Areal Pesantren Syamsul Huda, Jalan. Nangka No. 145 di Desa Loloan Barat Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana. Mendengar kabar wafatnya ulam pewaris nabi ini, kaum muslimin dari berbagai daerah pun memberikan penghormatan terakhir kepada sosok yang begitu besar jasanya dalam mendakwahkan islam di pulau yang mayoritas penduduknya masih memeluk agama hindu ini.
Berkat perjuangan dan kegigihannya dalam mensyiarkan agama dan juga ketinggian ilmunya maka beliau dianggap sebagai salah satu “Wali Pitu Bali” yang ditemukan oleh almaghfurlahu Habib Thoyyib dari Sidoarjo. Kini Makam beliau banyak di kunjungi atau diziarahi orang dari berbagai pelosok negeri mulai dari Jakarta, Bandung, Lampung, Kalimantan, Sumatera, tak kurang dari 10 Bus pariwisata yang datang setiap harinya ke Loloan. Setiap minggu kedua bulan Dzulqo'dah, masyarakat sekitar memperingati haul beliau, yang diisi dengan pembacaan maulid, tahlil dan mauidhoh hasanah. Dan pada tahun ini pelaksananan haul dilaksanakan pada 13 Dzulqo'dah 1438 atau bertepatan dengan 6 Agustus 2017 dengan penceramah Habib Abu Bakar Mauldawilah dari Kota Malang.
Syiar Islam di Bali pada masa silam telah meninggalkan sejumlah “Karya Besar” yang pada masanya kini dapat dijadikan landasan kokoh bagi syiar Islam di masa-masa yang akan datang. Kampung Muslim Loloan merupakan wujud nyata dan menjadi legenda syiar Islam yang tetap hidup meski harus berjuang di lingkungan yang menggambarkan era islam di masa Jawa Pra-Wali Songo ini.
Semoga kita bisa mengambil berkah dari saripati keilmuan dari beliau dan melanjutkan estafet perjuangan dakwahnya. Karena sudah menjadikan kewajiban seorang muslim harus mensyiarkan islam sesuai dengan kemampuannya lewat lisan, tulisan, atau minimal dengan menunjukkan akhlak mulia kepada sesama umat manusia. Meski begitu hidayah hanyalah milik Allah SWT yang mempunyai hak preogratif untuk memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendakinya. Sebagaimana firman-Nya yang turun ketika Rasulullah SAW menginginkan paman yang begitu besar pembelaannya dalam islam namun sampai wafatnya tak mampu mengucapkan dua kalimah tauhid.
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
(Surat Al-Qashash: 56)

Semoga kita semua senantiasa rahmat hidayah serta inayahnya dan mohon jangan lupa selipkan doa mulia agar saudara-saudara kita di Bali ini oleh Allah diberikan hidayah oleh-Nya untuk kembali ke jalan yang bebar yakni ad-Dinul Islam sehingga kelak kita semua akan dipertemukannya di surganya kelak beserta Rasulullah SAW.
اللهم اختم لنا با الايمان اللهم اختم لنا بالاسلام اللهم اختم لنا بحسن الخاتمة
Denpasar, 26 Desember 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulianya para Penghafal Al-Qur'an Panglima Panji Islam

Sejarah Pusat Penyebaran Islam di Barat Bali

Kisah Kyai dan Sopirnya, Meneladi Dua Wali Besar KH. Arwani Amin Kudus dan KH. Abdul Hamid Pasuruan)