Sejarah Pusat Penyebaran Islam di Barat Bali

Masjid Agung Baitul Qodim Loloan Timur, Pusat Penyebaran Islam di Barat Bali, merupakan awal tersebarnya agama islam di pulau dewa.

Masjid berasal dari asal kata sajada yang artinya sujud, jadi masjid adalah tempat bersujud. Masjid merupakan pusat syiar umat islam yang didalamnya dilaksanakan sholat, mengaji, dzikir dan ibadah lainnya. Masjid Pertama yang didirikan oleh Rasulullah adalah Masjid Quba yang didirikan oleh Rasulullah SAW sebelum masuk Kota Yastrib (Madinah).


Jika Masjid pertama dalam sejarah Islam adalah Masjid Quba, maka Masjid.
Masjid Agung Baitul Qodim ini merupakan Masjid salah satu pertama di Barat Pulau Dewata, selain masjid pahlawan di Air Kuning, Jembrana. Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1679 yang dibangun di masa Kerajaan Jembrana oleh masyarakat Muslim di atas tanah wakaf Tuan Guru Cik Ya'kub dari Trengganu, Malaysia, Hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti yang tersimpan di areal masjid selain mushaf Al-Qur'an yang ditulis tangan olehnya.

Dalam catatan sejarah dari Datuk H. M. Siraj yang yang terangkum pada Buku Sekapur Sirih Makam Keramat Bujuk Lebai imi penyebaran islam di Jembaran berlangsung sejak 1653 oleh sekelompok orang dari Suku Bugis yang beragama islam masuk ke wilayah Jembrana dengan Perahu Perang Pinisi dan Lambo yang bermuatkan alat-alat perang seperti meriam senjata api, tombak dan keris. Mereka berasal dari Kerajaan di Selatan Sulawesi seperti Goa, Ternate, Sopeng, dan Bajo yang mana ini saat itu mereka sedang berperang melawan VOC Belanda yang dipimpin oleh Daeng Marewa. Mereka masuk lewat Air Kuning, Jembarana dan sempat mendirikan mushola yang sekarang berubah menjadi Masjid Pahlawan.
Masjid Baitul Qodim sendiri sebelumnya bernama Masjid Jembrana ini berlokasi di Kelurahan Loloan Timur, Negara, Bali, tepatnya di pinggir sungai yang membelah Loloan Timur, Negara dan Loloan Barat, Jembrana atau tak jauh dari Makam Habib Ali bin Umar Bafaqih, Sosok Penyebar Islam yang juga santri Syaikhona Kholil Bangkalan ini dikenal sebagai salah satu wali 7 yang ditemukan oleh almagfurlahu Habib Thoyyib dari Sidoarjo, Pimpinan Jamaah Manaqib Jawa Madura Bali (JAMALI). Masjid ini memiliki nilai historis yang tinggi, karena menjadi tonggak awal penyebaran islam di Jembrana yang dimulai oleh Syekh Dawam Sirajuddin atau yang dikenal dengan Buyut Lebay dari Tanah Melayu (sekarang Malaysia) sejak tahun 1669. Buyut Lebay datang bersama Syekh Bauzir dari Yaman, Haji Muhammad Yasin dan Haji Syihabuddin yang keduanya berasal dari Bugis, Makassar ke Jembrana atas restu I Gusti Arya Pancoran Penguasa Jembrana waktu itu yang masih memeluk agama hindu. Seiring berjalannya waktu islam mulai tersebar di Loloan, dengan berbagai pendekatan seperti pendidikan, budaya sampai perdagangan islam mulai tersebar. Berkat perjuangan keras namun lembut dalam penyampaian dakwahnya dengan mengedepankan toleransi umat beragama di tengah masyarakat yang notabene mayoritas Hindu, seiring berjalanya waktu, saat ini kawasan Loloan ini menjadi kawasan yang mayoritas beragama islam di tengah Provinsi Bali. Bahkan menurut penduduk setempat di Kabupaten Jembarana tak kurang 30 % penduduknya memeluk agama islam. Buyut Lebai sendiri wafat pada tahun 1744 dan dikebumikan tak jauh dari lokasi masjid ini berdiri.
Menurut penuturan Bapak Fathul Bari, M.Pd selaku Ketua Takmir Masjid Baitul Qodim, dibelakang masjid yang masih dalam tahap pembangunan ini juga dimakamkan para pejuang islam seperti Habib Syarif Abdullah Yahya al-Qodri atau yang dikenal dengan Syarif Tua dari Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat yang masuk ke Jembrana pada masa Kerajaan Jembrana tepatnya pada masa Raja Anak Agung Putu Seloka pada 1799. Syekh Syarif Tua saat ini yang merupakan utusan dari Kesultanan Alkadrie Pontianak mempimpin pasukan yang terdiri dari Suku Bugis, Melayu dan Arab melawan penjajahan VOC Belanda. Perlu diketahui salah seorang keturunan dari kerajaan di Barat Kalimantan ini adalah Sultan Hamid II yang menyusun sketsa burung Garuda yang saat ini menjadi lambang negara Indonesia.
Kepala MAN Jembrana ini mengatakan bahwa Syarif Tua lari dari Kesultanan Pontianak dengan membawa meriam dan kapal perang ke Bali, karena tak sudi berkompromi dengan kompeni. Namun 

karena itulah beliau dikejar VOC sampai terjadi pertempuran di Jembrana, Bali. Maka berkat kegigihannya berjuang melawan Belanda tersebut, maka Penguasa Jembara saat itu memberikan 80 hektar tanah kepadanya di Loloan pada tahun 1800. Sekitar tahun 1804 bersama rekan-rekannya, beliau membangun benteng pertahanan berlokasi di Loloan Timur yang dikenal dengan Benteng Fatimah. Dan kemudian setelah situasi kondusif, maka mulailah beliau mendakwahkan islam di Jembrana sampai kemudian wafat pada tahun 1858.

Sosok yang sempat menempuh jenjang sarjana dan magister di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini menambahkan bahwa di sekitar areal jasjid ini juga terdapat makam seperti Makam Tuan Guru Cik Ya'kub, Wakif Masjid. Tuan Guru Moyang Khotib, yang berasal dari Pangkal Pinang, Bangka Belitung dan KHR. Ahmad al-Hadi bin Dahlan Al-Falaky dari Semarang, Sahabat almaghfurlahu KH. Abdul Hamid Pasuruan sejak sama-sama menyantri di Pondok Pesantren Termas, Pacitan. Dikisahkan bahwa keduanya saling berkunjung satu sama lain ke Jembarana dan Pasuruan, karena juga mengasuh pesantren dimana jika Kyai Hamid mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah yang saat inu diasuh putra bungsunya KH. Idris Hamid, maka KH. Dahlan juga mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ulum yang berlokasi tak jauh dari Masjid Baitul Qodim yang sekarang diasuh oleh KH. Zakihar.
Begitu sekilas sejarah masjid yang penuh sejarah perjuangan dan menjadi pusat dakwah di Pulau Dewata bagian Barat ini. Belajar dari perjuangan dakwah di atas sudah saatnya kita sebagai generasi now yang hanya penjadi penerus perjuangan mereka, untuk lebih giat rajin ke masjid. Hal ini juga didorong oleh motivasi dari sebuah hadist yang mengatakan bahwa seseorang yang hatinya selalu terikat pada rumah Allah kelak di akhirat mereka menjadi satu dari 7 golongan yang akan mendapatkan perlindungan dimana saat itu tak ada perlindungan selain atas rahmat Allah dan syafaat Nabi Muhammad SAW. Selain itu dengan memakmurkan masjid, kelak kita juga akan mendapatkan keberuntungan hidup di dunia sampai akhirat, sebagaimana dijanjikan oleh Allah SWT dalam kalam suci-Nya
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS: At-Taubah: 18)
Jembrana, 23 Desember 2017
Mohammad Nuris

Santri Backpacker Nusantara

Selanjutnya....
>>> Pondok Pesantren Raudhotul Huffadz, Kediri, Tabanan Bali asuhan KH. Nurhadi Al-Hafidz Rois Syuriah PWNU Provinsi Bali <<<

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulianya para Penghafal Al-Qur'an Panglima Panji Islam

Kisah Kyai dan Sopirnya, Meneladi Dua Wali Besar KH. Arwani Amin Kudus dan KH. Abdul Hamid Pasuruan)